Nyanyian Rakyat Jawa “E dayohe teko”
Oleh: Muhammad Andi Fitrahman
Nyanyian rakyat atau dalam ilmu folklor disebut
dengan folksongs. Menurut Jan Harold
Brunvand, nyanyian rakyat merupakan bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata
dan lagu(Danadjaja, 2007:141). Nyanyian rakyat memiliki varian sebab
penyebarannya yang luas dan secara lisan sebagaimana dongeng. Jika membahas tentang nyanyian rakyat di Indonesia pasti
tanggapannya O.. banyak sekali! Bagaimana
tidak, suku di Indonesia terkenal dengan jumlah dan macam-macamnya yang sangat
banyak. Jadi, tidak salah lagi jika nyanyian rakyatnya juga begitu banyak.
Dalam pembahasan ini saya akan membahas sebuah
nyanyian rakyat jawa yaitu “E dayohe teko”. Bagi masyarakat Jawa yang Jawa,
pasti tidak asing dengan lagu atau tembang ini. Sebuah lagu yang sangat cocok
untuk memberikan petuah bahkan jika ingin menyampakan berpuluh-puluh petuah
tetap tidak masalah. Sebab, lirik lagu tersebut selalu berlanjut sesuai yang
menyanyikan sanggup merangkai kata sampai dia tidak sanggup lagi. Maka, tidak
salah jika lagu tersebut memiliki beberapa varian. Berikut adalah lirik
dasarnya:
E dayohe teko
E dayohe teko
E gelarno kloso
E klosone bedah
E tembelen jadah
E jadahe mambu
E pakakno asu
E asune mati
E buak en kali
E kaline banjir
E buak en pinggir
Terjemahan:
E tamunya datang
E
tamunya datang
E
gelarkan tikar
E
tikarnya robek
E
tambalkan jadah
E
jadahnya bau
E
kasihkan anjing
E
anjingnya mati
E buang ke sungai
E
sungainya banjir
E buang ke pinggir
Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya lirik di
atas merupakan lirik dasar. Mengapa saya menyebutnya dasar? Sebab lirik tersebut jika kita tinjau dan
membaca beberapa literasi akan ada beberapa varian setelah lirik E buak en pinggir. Bahkan tidak hanya
lirik setelah itu kata buak en tersebut
dalam beberapa varian ada yang memakai kata guak
en, kelek no dan lain sebagainya. Tapi hal itu tidak dipermasalahkan sebab
maksud tujuannya juga sama yakni, untuk
membuangnya.
Untuk masalah penerjemahan lirik, sekiranya itu
sudah tepat sesuai dengan arti baku dari per kata dan dapat dimengerti. Jadi,
tidak perlu bersusah payah menerjemahkan kata atau menentukan arti yang
sekiranya tepat dengan kata aslinya. Perlu diketahui bahasa jawa dalam hal
penerjemahan ke bahasa Indonesia tidak serumit bahasa Inggris yang menurut saya
tidak konsisten, arti baku dari kata tertentu jika dipakai dalam sebuah kalimat
bisa berubah arti dan maknanya. Bahasa jawa tidak demikian, jika kata baku
berarti (….) dan ketika digunakan dalam kalimat artinya pun akan sama (.…)
tidak ada perubahan. Misalnya, kata “Yang” dalam bahasa jawa “seng” dan ketika
dipakai dalam kalimat tetap memakai “seng” bukan yang lain. Beda dengan bahasa
inggris untuk kata “Yang” dapat memakai that,
who, what, bukankah ketiga kata tersebut memiliki arti dasar sendiri?
Berikut sedikit pengetahuan tentang penerjemahan bahasa jawa.
Baik, kembali lagi kepembahasan lagu E dayohe teko. Karena pada penjelasan
sebelumnya saya mengatakan bahwa akan membahas lagu tersebut. Jadi, sah-sah
saja jika saya membahas ke yang lain tidak hanya seputar arti ataupun makna
yang terpenting tetap dalam wilayah pembahasan lagu E dayohe teko. Untuk arti mungkin sudah dapat dimengerti dan untuk
makna mungkin saya akan membahas sedikit. Sebab sudah banyak literasi-literasi
yang mengulas makna pada lagu tersebut.. Dan
Perlu diketahui dalam hal penafsiran atau pemaknaan ada beberapa varian, kenapa
saya mengatakan seperti itu? Sebab, ada beberapa tipe pemaknaan ada yang
menggunakan persepektif dari rangkainan kalimat, ada yang menggunakan dari
perspektif rujukan kata(maksud kata atau menelusuri kata tersebut sebenarnya
tersirat dalam bahasa apa) dan lain sebagainya. Sama seperti pemaknaan dalam
lagu ini saya mencoba menggunakan pemahaman makna kalimat dan rujukan beberapa
literasi.
Dalam kalimat
E dayohe teko, bahwasanya kita harus
tahu kalau dikehidupan ini kita tidak terlepas dengan yang namanya hal-hal yang
akan datang menghampiri kita entah itu tamu yang berupa manusia, takdir, nasib,
masalah ataupun yang lainnya.
E gelarno kloso,
setelah kita memahami dan menyadari
bahwa dalam kehidupan kita akan menerima hal-hal yang akan menghampiri maka
kita disarankan untuk menggelarkan atau meluaskan hati dan ikhlas sebagaiman
tikar yang ikhlas menerima sesuatu yang diletakkan diatasnya dan walaupun
diinjak-injak.
E klosone bedah,
Nah disini kita mendapatkan masalah
yakni, tikarnya rusak atau robek yang dapat dimaknai bahwa hati atau wadah
perasaan manusia ini dapat mengalami sebuah kerusakan atau perlu kita ingat
dibeberapa manusia pasti ada hatinya yang telah rusak sehingga tidak mampu
menahan masalah yang datang.
E tambalno jadah(makanan jawa yang lengket). Ketika hati telah rusak dan tidak mampu menahan
masalah-masalah yang akan datang. Maka perlu yang namanya perbaikan, tidak
harus dengan perihal yang muluk-muluk semisal sampai diruqiyah, dengan solusi apapun walaupun itu sederhana yang
terpenting mampu mengembalikan hati sebagaiman fungsinya.
E jadahe mambu, Jika solusi yang sederhana itu juga tidak mampu mengembalikan
hati kita maka solusi tersebut menjadi sia-sia belaka.
E pakakno asu, Jika solusi tersebut tidak merespon sama sekali
dengan hati yang telah rusak itu. Mungkin ada baiknya jika solusi itu kita bagikan
kepada orang lain siapa tahu, jika orang lain yang menggunakan akan lebih
bermanfaat.
E asune mati, tapi terkadang solusi yang kita berikan ke orang
lain juga tidak berefek maka hal itu lebih menjadi sia-sia lagi.
E buak en kali, coba dibagikan dimasyarakat kira-kira seperti apa
menjadi sesuatu yang bermanfaat atau malah menjadi masalah.
E kaline banjir, dan jika benar malah menjadi masalah besar. E
buak en pinggir, Maka bisa kita simpulkan bahwa sekecil apapun cara,
solusi ataupun pendapat kita perlu hati-hati, pahami terlebih dahulu kira-kira
bermanfaat atau malah menjadi masalah bagi orang lain apalagi jika kita mencoba
sebarluaskan. Dan solusi terakhirnya jika hasilnya begitu. Baiknya kita ambil
kembali dan jangan disebarluaskan lagi.
Demikian pemaknaan singkat dari lagu E dayohe teko. Yang membuat menarik dari
lagu ini adalah bahwa dikehidupan ini kita akan selalu dihadapi sebuah masalah
tapi jangan khawatir setiap masalah pasti ada solusinya walaupun berakhir
panjang sebagaimana lagu tersebut yang terus berjalan, bait pertama sebagai
masalah maka bait kedua sebagai solusi begitu seterusnya. Selain itu, ada fakta
menarik dari lagu ini terhadap suku jawa. Jika umumnya kita mendapat atau menerima
informasi terbaru kita mengucapkan kata “O”
sebagai respon atau jawaban bahwa
kita baru tahu. Suku jawa pun seperti itu namun beda kata yang diucapkan bukan
kata “O” melainkan “E” khususnya orang jawa yang masih jawa.
Semoga kalian semua dapat memahami beberapa kata
tersirat saya. Hal tersebut semata saya mengajak kalian untuk dapat merasakan pula
atmosfer yang saya bahas ini setidaknya turut “berpikir” memikirkan
maksud-maksud kata atau kalimat-kalimat tersirat saya. Melalui tulisan ini saya
sangat berharap agar budaya Indonesia tetap terlestarikan dan memotivasi para
penerus bangsa khususnya. Agar lebih perduli, kritis akan sesuatu yang kecil
maupun yang besar dan memahami kondisi bangsa kita.
Referensi:
Danandjaja, James. 2007. Folklor INDONESIA. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti
terimakasih infonya ya
BalasHapusAgen Celana Hernia +6281330099399
Toko Celana Hernia
Celana Hernia
Celana Hernia Bayi
Tau ini setelah nonton kuntilanak mangkujiwa wkwk
BalasHapusTerimakasih. Sangat bermanfaat sekali.
BalasHapusIzin share π
Sama-sama kak
HapusArtinya bukan seperti itu... Mbah Nun bilang, Kalo masalh mndapat solusi yang salah, akan salah seterusnya bahkan akan merugikan orang lain,lingkungan dan seterusnya... Kloso bedah kok ditambal jadah, jadah mambu kom pakake asu, batang asu kok dibuak ning kali,itulah indahnya nasehat jawa,
BalasHapus